Hak Mewaris Ahli Waris (Anak Kandung) WNA atas Harta Sang Pewaris WNI di Indonesia

Ferdinan Ivander Kevin
Staff Kajian
FKPH 2023

Setiap Orang yang meninggal akan meninggalkan warisan. Warisan tersebut biasanya dapat memicu permasalahan di dalam keluarga dalam perebutan warisan tersebut. Hal ini sudah sering terjadi dan bahkan diberitakan di internet mengenai sengketa warisan atau harta yang ditinggalkan oleh pewaris. Untuk mengatasi permasalahan ini, maka dikenalkan hukum yang mengatur mengenai persoalan terkait pembagian warisan di dalam KUHPerdata. KUHPerdata itu sendiri memuat 3 asas mengenai perihal warisan. Asas yang pertama yaitu asas pribadi, bahwa ahli waris itu perorangan. Lalu, asas yang kedua adalah asas bilateral yaitu asas yang mengatur bahwa ahli waris akan memperoleh harta warisan sesuai dengan silsilah dari pihak laki-laki maupun dari silsilah pihak perempuan, begitu pula dengan pewarisnya dapat sesuai silsilah dari laki-laki atau silsilah dari perempuan. Yang terakhir adalah asas penderajatan, maksudnya adalah penerima harta warisan ialah orang atau ahli waris yang memiliki kekerabatan lebih akrab bersama si pewaris.  

Hak mewaris merupakan salah satu hak yang dimiliki setiap orang bila ada pewaris yang telah meninggal dunia. Di dalam Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia telah dijelaskan pembagian kepada sanak keluarga dari pewaris yang ditinggalkan. Dalam Hukum Perdata Indonesia kita mengenal adanya beberapa golongan dalam pembagiannya. Mulai dari Golongan Pertama yang berisi orang terdekat dari pewaris seperti: Suami/Istri, Anak dan keturunanya. Hingga Golongan Keempat. Dalam Hukum Islam juga mengatur hal yang sama, akan tetapi yang membedakan adalah pihak mana yang berhak terlebih dahulu terkait harta pewaris dan pihak mana saja yang terhalang atau terhapuskan haknya untuk menjadi ahli waris dari seorang pewaris. Serta telah dijelaskan juga terkait berapa takaran yang akan diterima oleh setiap ahli waris dari harta pewaris. Kemudian timbul pertanyaan bila seorang anak kandung yang merupakan ahli waris berbeda kewarganegaraan masihkah tetap menjadi ahli waris dari harta yang ditinggalkan oleh pewaris ataukah dipindahkan ke ahli waris lainnya?

Pengaturan Hak ahli waris di Indonesia 

Dalam pengaturan hak ahli waris sendiri telah diatur mulai dari hukum nasional, hukum adat, dan hukum islam. Setiap hukum tersebut memiliki tata cara masing-masing dalam membagi harta warisan pewaris kepada para ahli waris. Seperti di dalam hukum nasional yang membagi ahli waris menjadi beberapa golongan yaitu: 

  1. Golongan I, ahli waris yang juga termasuk anak-anak garis lurus ke bawah, anak luar kawin, suami atau istri, anak yang diakui sah, anak angkat yang diangkat karena penetapan pengadilan dan disahkan sebagai anak sah. 
  2. Golongan II, ahli waris meliputi ayah dan ibu yang mengikuti keturunan garis lurus keatas serta saudara laki-laki dan perempuan. 
  3. Golongan III, ahli waris meliputi nenek dan kakek keturunan garis lurus keatas. 
  4. Golongan IV, ahli waris meliputi saudara dari kedua orang tua pewaris atau golongan III dan golongan IV

KUHPerdata tidak membedakan jenis kelamin pada ahli waris dalam pembagian bagian pada harta warisnya. Akan tetapi, yang membedakan pada hukum waris di dalam KUHPerdata adalah jika masih ada pihak dari Golongan I, maka golongan lainnya tertutup. 

Selanjutnya mengenai hukum waris dalam hukum islam itu sendiri telah mengatur ahli waris mana saja yang berhak dalam menerima bagian dari harta pewaris dan pihak mana saja yang tertutup/terhalang bagiannya. Pihak-pihak yang tidak terhalang sebagai ahli waris di dalam hukum waris islam yaitu: 

  1. Suami/Istri yang ditinggalkan;
  2. Anak Kandung;
  3. Bapak dan;
  4. Ibu

Selain daripada ahli waris yang telah disebutkan, terdapat beberapa pihak yang dapat untuk menjadi ahli waris bila terdapat beberapa kondisi yang menyebabkan beberapa ahli waris sebelumnya terhalang (keempat ahli waris yang sebelumnya disebutkan). Beberapa pihak yang dapat menerima bagian yaitu: 

  1. Cucu;
  2. Kakek (dari ayah);
  3. Nenek;
  4. Saudara sebapak;
  5. Saudara seibu; 
  6. Saudara kandung pewaris, dll.

Selain mengatur siapa saja yang berhak ataupun tidak sebagai ahli waris, dalam hukum islam juga mengatur pembagian harta warisan bagi beberapa ahli waris tersebut dengan besaran seperti: ½ , ¼ ,⅙ , ⅛ , ⅔, ataupun mendapatkan Ashobah (sisa dari habis pembagian harta waris kepada ahli waris lainnya.  

Pengaturan Hak ahli waris WNA terkait bagian dari harta yang ditinggalkan Pewaris  

Dalam KUHPerdata pada pasal 832 disebutkan bahwa, “yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut Undang – undang maupun diluar perkawinan, dan suami istri yang hidup terlama.” Dengan begitu dapat dipahami bahwa seorang ahli waris seorang anak kandung bisa mendapatkan haknya untuk menerima harta warisan yang ditinggalkan oleh pewaris. Ahli Waris WNA tersebut dapat mewarisi harta pewaris seperti: uang, perhiasaan, kendaraan, dsb. Tetapi, perlu diketahui harta yang diterima bagi seorang ahli waris WNA tersebut hanya pada benda bergerak saja. Untuk  harta waris yang ditinggalkan oleh pewaris WNI yang berupa benda tidak bergerak seperti: Tanah tidak bisa langsung dialihkan begitu saja. 

UU Pokok Agraria dalam pasal 21 ayat (1) disebutkan secara jelas bahwa,“Hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.” secara jelas tertulis hanya WNI yang dapat memiliki tanah di Indonesia. Alasan terhalang hak kepemilikan atas tanah dari WNA merupakan salah satu bentuk dari penerapan asas Nasionalitas yang terdapat di dalam UUPA yang juga tertuang pada pasal 9 ayat (1) bahwa, ”Hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air , dan ruang angkasa dalam batas-batas ketentuan Pasal 1 dan 2.” 

Dalam pelaksanaan secara langsung saja pasal 21 ayat (1) UUPA ini dijalankan, maka akan bertabrakan/kontra dengan yang dijelaskan di dalam KUHPerdata pada pasal 832. Dengan begitu diberikan beberapa pilihan kepada ahli waris WNA dalam mendapatkan haknya untuk memiliki tanah yang ditinggalkan oleh pewaris. Yang pertama ditunjukkan di dalam pasal 21 ayat (3) UUPA yang berisi, “Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.” Dengan begitu dapat dipahami bahwa WNA memiliki hak untuk menerima tanah waris yang ditinggalkan oleh pewaris. Akan tetapi batas untuk hak miliknya hanyalah satu tahun. Bila telah lewat dari tenggat waktu yang telah diatur dan tidak segera hak milik atas tanah tersebut dilepas maka tanah akan secara langsung jatuh pada negara. Selanjutnya mengenai bentuk upaya dalam pelepasan hak milik tanah tersebut dapat dengan beberapa hal: Jual beli, Wakaf, Hibah, dll. 

Bagi Warga Negara Asing di Indonesia undang-undang memberikan pengaturan tentang penguasaan atas tanah yang dapat dimilikinya, secara umum penguasaan tanah oleh Warga Negara Asing (WNA) dan badan hukum asing mempunyai perwakilan di Indonesia diatur dalam Pasal 41 dan 42 UUPA yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah, dan berdasarkan Pasal 42 UUPA menyebutkan bahwa bagi Warga Negara Asing yang berkedudukan di Indonesia hanya bisa mempunyai Hak Pakai. Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan Indonesia maka setiap orang asing yang berada di Indonesia harus memenuhi syarat-syarat keimigrasian yaitu mempunyai izin tinggal tetap, mempunyai izin kunjungan dan mempunyai izin tinggal terbatas.


Daftar Pustaka

Agnes Geraldine Olga Supriyana, I Nyoman Putu Budiartha, I Ketut Sukadana. (2020). STATUS HUKUM TANAH HAK MILIK BAGI AHLI WARIS YANG PINDAH KEWARGANEGARAAN MENJADI WARGA NEGARA ASING. Jurnal Interpretasi Hukum. Vol. 1, No. 2. Hal 7-11.

Christine Martha Rinauly Sibarani, Wira Franciska, Felicitas Sri Marniati. (2024). Perlindungan Hukum bagi Warga Negara Asing dalam Pembagian Hak Waris Terkait Hak Milik Tanah di Indonesia. SHAUTUNA. Volume 05 Issue 1. Hal 131 – 152. 

Clarinta Trovani. (2021). Hak Ahli Waris Berkewarganegaraan Asing Terhadap Harta Warisan Berupa Tanah Hak Milik Dari Pewaris Berkewarganegaraan Indonesia. Indonesian Theory. Volume 3 article 14. Hal 621 – 634.

Diana Anisya Fitri Suhartono, Naysha Nur Azizah, Claressia Sirikiet Wibisono. (2022). Sistem Pewarisan Menurut Hukum Perdata. JURNAL HUKUM, POLITIK DAN ILMU SOSIAL (JHPIS). Vol.1, No.3. Hal 204-214.  

Postingan Lain