PRESS RELEASE FKPH WEBINAR BEDAH BUKU 2025 

Jumat, 26 September 2025 – Bidang Manajemen Organisasi Forum Kajian dan Penelitian Hukum (FKPH) Fakultas Hukum Universitas Brawijaya kembali menyelenggarakan salah satu program kerja unggulan bertajuk FKPH Bincang Buku 2025. Podcast ini membedah buku “Perempuan di Titik Nol” karya El Saadawi, yang merupakan salah satu karya monumental yang menyingkap luka, perlawanan, dan keberanian seorang perempuan bernama Firdaus dalam menghadapi represi sosial, budaya, dan politik. Kegiatan ini dilaksanakan secara luring di Ruang Meeting Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, dengan mengusung tema “Dari Luka Sunyi ke Perlawanan, Menembus Jeruji Dunia untuk Menemukan Kebebasan”.

FKPH Bincang Buku 2025 hadir sebagai ruang refleksi kritis tentang isu perempuan, keadilan, dan kebebasan. FKPH mengajak mahasiswa hukum dan masyarakat akademik untuk menelaah kembali realitas sosial yang dihadapi perempuan di masa kini. Meskipun kisah dalam buku tersebut berlatar di Mesir beberapa dekade silam, nilai dan pesan yang diangkat tetap relevan dengan kondisi saat ini. Di mana kekerasan berbasis gender, diskriminasi di tempat kerja, serta stereotip sosial terhadap perempuan masih menjadi isu yang perlu diperjuangkan.

Kegiatan FKPH Bincang Buku 2025 ini dikemas dalam bentuk podcast diskusi literasi hukum dan sosial. Dalam episode kali ini, FKPH menghadirkan pembicara yang menguasai buku dan relevan dengan tema, yakni Annisa Aulia Fitri Haryanto, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, yang juga merupakan Ketua Umum Fordimapelar Universitas Brawijaya dan Sekretaris Jenderal Kementerian Kajian dan Aksi Strategis BEM RDM FH UB. Podcast ini juga dipandu oleh satu host dari FKPH yang memandu jalannya diskusi dengan membedah isi buku Perempuan di Titik Nol karya Nawal El Saadawi secara mendalam.

Dengan terselenggaranya FKPH Bincang Buku 2025, FKPH berharap podcast ini menjadi ruang reflektif yang menghubungkan dunia hukum dengan realitas sosial perempuan, sekaligus menumbuhkan kesadaran kritis mengenai pentingnya keadilan gender, kebebasan berekspresi, serta perlindungan terhadap hak-hak perempuan yang sering terpinggirkan dalam sistem sosial dan hukum, sehingga mendorong lahirnya perspektif hukum yang lebih humanis dan berpihak pada kesetaraan.

Postingan Lain