VONIS HAKIM TERHADAP FERDY SAMBO, SEJAUH
MANA HUKUM PIDANA MEMANDANG ULTRA PETITA?
Andhika Aryacetta Wakil Direktur Utama FKPH 2022
Bulan Februari 2023 tepat di ruangan sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjadi momentum yang banyak menarik perhatian masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak, dalam satu ruangan kita sama-sama dapat menyaksikan bagaimana seorang Bhayangkara Dua melawan Inspektur Jenderal. Menarik bahwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu, seorang Bhayangkara Dua yang merupakan pangkat terendah dalam hierarki kepangkatan di Kepolisian Republik Indonesia melawan seorang Inspektur Jenderal Ferdy Sambo yang merupakan jenderal dengan bintang dua dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat, seorang ajudan dari Ferdy Sambo.
Setelah majelis hakim dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membacakan vonis terhadap Ferdy Sambo maupun Richard Eliezer, banyak masyarakat yang cukup terkejut dengan amar putusan yang dibacakan Rabu, 15 Februari 2023 silam. Ferdy Sambo dituntut oleh jaksa penuntut umum dengan pidana penjara seumur hidup, hal tersebut sesuai dengan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (yang selanjutnya disebut dengan KUHP) jo. Pasal 55 ayat (1) angka 1 KUHP. Sedangkan untuk Richard Eliezer dituntut 12 tahun penjara. Akan tetapi majelis hakim yang dipimpin oleh Wahyu Imam Santoso menjatuhkan vonis yang berbeda dengan apa yang dituntut oleh jaksa. Majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana mati kepada Ferdy Sambo dan hukuman pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan kepada Richard Eliezer. Putusan yang dibacakan tersebut tentu jauh berbeda dengan apa yang dituntut oleh jaksa penuntut umum, Ferdy Sambo divonis dengan pidana yang jauh lebih berat dan Richard Eliezer divonis dengan pidana penjara yang lebih ringan. Lantas apakah hal tersebut diperbolehkan dalam konteks hukum pidana?
Dalam keilmuan hukum, putusan yang dijatuhkan terhadap seorang terdakwa melebihi dari apa yang dituntut oleh jaksa penuntut umum disebut dengan ultra petita. Ultra petita dapat berarti menjatuhkan putusan atas suatu perkara lebih dari yang diminta atau bahkan menjatuhkan putusan terhadap yang tidak sama sekali diminta oleh jaksa penuntut umum. Dalam ranah hukum pidana, putusan yang bersifat ultra petita boleh dan sah-sah saja, akan tetapi ultra petita dilarang dilakukan dalam ranah hukum perdata sebagaimana diatur dalam Pasal 178 ayat (3) Herzien Inlandsch Reglement (HIR) dan Pasal 189 ayat (3) Rechtreglement voor de Buitengewesten (RBg) yang menyatakan bahwa:
Ia (hakim) dilarang memberi keputusan tentang hal-hal yang tidak dimohon atau memberikan lebih dari yang dimohon.
Mengetahui bahwa ultra petita boleh dilakukan dalam hukum pidana, lantas apa batasan bagi seorang hakim dalam menjatuhkan putusan ultra petita terutama dalam konteks ilmu hukum pidana? berikut adalah batasan-batasan dalam melakukan ultra petita:
1) Putusan yang dijatuhkan oleh hakim harus sesuai dengan pasal yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum, hakim dilarang untuk menjatuhkan putusan terhadap terdakwa di luar dari pasal yang didakwakan kepadanya, hal ini jelas diatur dalam Pasal 182 ayat (4) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bahwa seorang hakim harus berpatokan terhadap surat dakwaan sehingga hakim harus mengikuti ketentuan dalam pasal yang tertuang dalam surat dakwaan dan bukan terhadap surat tuntutan.
2) Putusan yang dijatuhkan oleh hakim melebihi ancaman maksimum atau di bawah ancaman minimum yang diatur dalam pasal yang didakwakan, misalnya apabila seorang terdakwa kasus pencurian, menurut KUHP ia didakwa dengan Pasal 362 KUHP dengan pidana penjara paling lama lima tahun, apabila jaksa penuntut umum menuntut terdakwa tersebut dengan tuntutan pidana penjara selama satu tahun, hakim boleh melakukan ultra petita dengan maksimal lima tahun dan tidak boleh lebih dari lima tahun sesuai dengan Pasal 362 KUHP.
3) Putusan yang dijatuhkan tidak boleh berupa jenis pemidanaan (straafsoort)-nya tidak ada dasarnya dalam KUHP.
Dengan demikian, putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap terdakwa Ferdy Sambo adalah ultra petita yang diperbolehkan, hal tersebut berdasar karena hakim tetap berlandaskan pada pasal yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum yaitu Pasal 340 jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP dengan pidana penjara seumur hidup atau maksimal adalah pidana mati. Meskipun jaksa penuntut umum meminta Ferdy Sambo untuk dipidana dengan penjara seumur hidup, melalui pertimbangannya hakim akhirnya melakukan ultra petita dengan menjatuhkan pidana mati kepada Ferdy Sambo.