Pengaturan Doktrin Business Judgement Rule Sebagai Doktrin Perlindungan Direksi di Indonesia, Australia, dan Amerika Serikat

PENGATURAN DOKTRIN BUSINESS JUDGEMENT RULE SEBAGAI DOKTRIN PERLINDUNGAN DIREKSI DI INDONESIA, AUSTRALIA, DAN AMERIKA SERIKAT

Filza Zahra Irawan Putri

Manager Jurnal Bidang Penelitian FKPH 2022

BUMN sebagai badan usaha yang modalnya baik seluruh atau sebagiannya merupakan milik negara dengan penyertaan secara langsung yang berasal dari modal perusahaan yang telah dipisahkan.  Dengan salah satu tujuannya ialah untuk memperoleh keuntungan atau yang dikenal dengan profit oriented, menyelenggarakan kemanfaatan berupa penyediaan barang atau jasa sesuai dengan kebutuhan orang banyak, untuk memenuhi fungsinya sebagai fungsi pelayanan BUMN memiliki tujuan untuk merintis kegiatan yang belum dapat dilakukan oleh sektor swasta, BUMN memiliki tujuan untuk memberikan bimbingan serta bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

Direksi sebagai nyawa dari sebuah perusahaan yang bertindak sebagai pengurus dan pengelola perusahaan dengan baik atau good corporate governance dengan penuh itikad baik dan penuh tanggung jawab. Tindakan direksi dengan itikad baik dan bertanggung jawab dilindungi oleh Undang-Undang selama perbuatan tersebut dapat dibuktikan dengan cara terhindar dari perbuatan yang menguntungkan pribadi direksi dalam mengambil keputusan penting sehingga mengakibatkan perusahaan mengalami kerugian. Jika dalam pengambilan keputusan terhadap perusahaan, direksi telah melakukan dengan hati-hati, beritikad baik, dan penuh tanggung jawab maka direksi telah dilindungi oleh prinsip Business Judgment Rule walaupun keputusan tersebut dapat merugikan perusahaan.  

Business Judgment Rule sejatinya merupakan sebuah doktrin yang menerapkan bahwa keputusan direksi mengenai aktivitas perseroan tidak dapat langsung dipermasalahkan oleh siapapun itu, walaupun keputusan yang diambil merugikan perusahaan. Business judgment Rule, sebagai pembagian tanggung jawab di antara perusahaan dan organ yang mengurusnya, terutama direksi, serta pemegang saham yang mana terjadi kerugian yang menimpa perusahaan yang diakibatkan oleh kesalahan pribadi atau individu dari direksi tersebut. 

Business Judgment Rule memiliki tujuan untuk memberikan kekebalan bagi individu direktur dari tanggung jawab serta kerusakan yang berasal dari keputusan tertentu.  Dalam proses litigasi Business Judgment Rule sebagai sarana yang digunakan untuk melestarikan sumber daya yudisial, sehingga pengadilan pengadilan sebagai tidak terperosok untuk mengulangi keputusannya yang secara inheren secara subyektif dan tidak cocok untuk hakim, hal ini berguna karena hakim bukan merupakan pebisnis. Business Judgment Rule sebagai implementasi hukum kebijakan ekonomi yang luas, yang dibangun atas kebebasan ekonomi serta dorongan yang berguna untuk pengambilan resiko yang didasarkan kepada informasi yang cukup.

Dalam hukum perseroan di Indonesia Business Judgment Rule sebagai salah satu doktrin yang ada dalam hukum perusahaan. Namun, belum ada pengaturan secara komprehensif mengenai Business Judgment Rule di Indonesia. Lahirnya Business Judgment Rule berasal dari adanya pertimbangan bahwa direksi sebagai pihak yang paling berwenang serta profesional dalam memutuskan hal-hal yang berkaitan dengan perusahaan. Hal ini berkaitan dengan Pasal 1 ayat 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut dengan UU Perseroan Terbatas. Pengaturan lebih lanjut mengenai Business Judgment Rule tertuang dalam Pasal 97 ayat 5 UU Perseroan Terbatas. 

Indonesia yang menganut sistem hukum Civil Law sumber hukum berada pada peraturan perundang-undangan sebagai hirarki tertinggi. Maka, sudah semestinya pengadilan memiliki tugas melakukan interpretasi berkaitan doktrin Business Judgment Rule hal ini dikarenakan belum adanya pengaturan secara komprehensif mengenai doktrin ini. Yang perlu diketahui serta digarisbawahi, walaupun doktrin ini memberikan perlindungan kepada direksi untuk lepas dari tanggung jawab atas kerugian yang terjadi. Namun, tetap adanya batasan yang terdapat dalam pengurusan yaitu sesuai dengan “kepentingan” dari perusahaan dan sesuai dengan “maksud serta tujuan” didirikannya perusahaan. 

Australia, sebagai negara pertama yang mencantumkan pengaturan mengenai Business Judgment Rule dalam amandemen Undang-Undang Perusahaan pada tahun 1999. Yang dipertahankan dalam Undang-Undang Perusahaan pada tahun 2001 (The Australia Corporations Act 2011). Yang dalam aturannya Business Judgment Rule harus memenuhi 4 (empat) syarat mutlak dari keputusan ini, yang mana harus dibuat dengan itikad baik untuk tujuan yang layak; tidak memiliki kepentingan material dari pribadi terkait subjek yang diputuskan; telah memiliki informasi yang layak terkait subjek yang diputuskan yang pada tingkat tertentu dapat dan layak dipercaya; dapat dipercaya bahwa keputusan tersebut merupakan kepentingan terbaik dari perusahaan.

Business Judgment Rule memiliki 5 (lima) dasar yang diantaranya keputusan bisnis; ketidaktertarikan direktur berkaitan dengan keputusan bisnis yang diambil yakni tidak memiliki kepentingan personal atau self-dealing; adanya due care; adanya good faith dan; tidak adanya penyalahgunaan direksi. Pengadilan di Australia dalam penerapannya berkaitan dengan Business Judgment Rule dimasukan pertama kali pada tahun 1999. Namun telah timbul kekhawatiran yang mendasar berkaitan dengan lemahnya standard of care and diligence baik dalam putusannya maupun undang-undang. Kegelisahan ini ditimbulkan karena direksi kurang mendapatkan perlindungan yang cukup dalam menjalankan tugasnya. Hal ini disebabkan karena, Pertama, pengadilan harus dapat bertanggung jawab dalam perumusan Business Judgment Rule. Kedua, adanya perlindungan yang cukup dalam The Australia Corporations Act. Ketiga, pengadilan menolak mengawasi keputusan bisnis yang telah dibuat oleh dewan direksi.

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa Business Judgment Rule di Australia dalam pengaturannya telah diatur secara komprehensif dan eksplisit yang diatur dalam The Australia Corporations Act 1999 dan 2001. Yang mana telah mendapatkan kekuatan hukum tetap atau wajib di Australia serta direktur mendapat jaminan perlindungan yang lebih kuat didalam menjalankan tugasnya. 

Amerika Serikat mengenal Business Judgment Rule sebagai sebuah produk hukum kasus yang ditekuni oleh pengadilan di Amerika dalam putusannya. Pengaturan mengenai tugas dari seorang direksi tertuang dalam The MBCA 2016  (Model Business Corporate Act) sebagai hasil  perumusan Business judgment Rule sebagai sebuah kewajiban hukum. Menurut The MBCA tugas utama dari direksi merupakan duty of care dan duty of loyalty. Yang mana dalam duty of care direksi harus bertindak dengan kehati-hatian, kepedulian, dan perhatian, yang mana dalam menjalankan tugas serta wewenangnya perlu didukung dengan informasi yang dapat dipercaya. Sedangkan dalam duty of loyalty direksi harus bertindak dengan itikad baik demi kepentingan perusahaan.

Sehingga apabila didasarkan kepada The MBCA pengadilan Amerika, apabila direktur telah menjalankan tugasnya sesuai dengan duty of care dan duty of loyalty sesuai dengan kepentingan dari perusahaan dalam konteks pengambilan keputusan bisnis di Amerika, sehingga dapat dikatakan direktur telah memenuhi tindakannya pada kriteria Business Judgment Rule. Namun, tetap terdapat pengecualian dimana direksi dapat dituntut melanggar Business Judgment Rule, hal ini dapat terjadi apabila direksi mengambil sejumlah manfaat keuangan perusahaan, memiliki niat dengan sengaja untuk merugikan perusahaan atau pemegang saham, secara sengaja melakukan tindak kriminal, secara langsung atau tidak langsung mengambil kesempatan bisnis baik bagi dirinya maupun orang lain, melakukan transaksi yang didalamnya direktur memiliki konflik kepentingan, dengan sengaja melakukan distribusi aset atau saham secara melawan hukum.

Menurut hukum Amerika ditinjau oleh Mahkamah Agung dalam penyelesaian kasus yang berkaitan ditemukan bahwa adanya 8 (delapan) unsur utama dari Business Judgment Rule yang diantaranya : adanya keputusan bisnis; keputusan didasarkan adanya informasi yang dapat dipercaya; keputusan dilakukan dengan adanya itikad baik; keputusan dilakukan dengan adanya kepedulian dan kehati-hatian; keputusan tidak mengandung unsur curang atau melawan hukum; keputusan tersebut rasional (tidak menyalahgunakan diskresi); tidak ditemukan adanya unfair dealing.







DAFTAR PUSTAKA 

 

BUKU 

Abdulkadir Muhammad (2010), Hukum Perusahaan Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung

JURNAL 

Greenhow. A, The Statutory Business Judgment Rule : Putting The Wind Into Directors Sails, bond law review, vol. 11, no. 1, 1999

Robin Panjaitan, Martono Anggusti, Roida Nababan, Penerapan Prinsip Business Judgment Rule Terhadap Direksi Yang Melakukan Kebijakan Yang Merugikan Perusahaan, Patik : Jurnal Hukum, vol. 10, no. 01, 2021

Yafet Yosafet Wilben Rissy, Business Judgment Rule : Ketentuan Dan Pelaksanaannya Oleh Pengadilan Di Inggris, Kanada, dan Indonesia, Mimbar Hukum, Vol. 32, No. 2, 2020

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756. 

The Model Business Act Corporation 2016

The Australia Corporation Act 2001 

Postingan Lain