Kasus Penyelewangan Dana Yayasan ACT (Aksi Cepat Tanggap)

Badan hukum atau rechts-persoon, artinya orang yang diciptakan oleh hukum.[1]

Badan hukum adalah perkumpulan orang yang di mana perkumpulan tersebut memiliki hak dan kewajiban serta perkumpulan tersebut mempunyai harta kekayaan yang dikumpulkan untuk tujuan tertentu. Badan hukum tersebut disebut Yayasan.

Aksi Cepat Tanggap (ACT) adalah sebuah Yayasan yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan. Aktivitas di bidang sosial dan kemanusiaan yang dilaksanakan oleh ACT adalah kegiatan tanggap darurat, program pemulihan pascabencana, dan program berbasis spiritual misalnya Qurban, Zakat, dan Wakaf. Pada tahun 2012, ACT berubah menjadi sebuah lembaga kemanusiaan yang berskala global serta memiliki jangkauan aktivitas yang lebih luas.[2]

Aksi Cepat Tanggap (ACT) dikelola oleh tim manajemen yang terbagi menjadi tiga yaitu dewan pembina, dewan pengawas, dan pengurus. Dewan pembina dan dewan pengawas masing-masing memiliki seorang ketua dan anggotanya. Pengurus terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara.

Beberapa orang dari tim manajemen Aksi Cepat Tanggap (ACT) terlibat dalam kasus penyelewengan dana ACT. Mereka memotong dana ACT yang terkumpul sebanyak 30% untuk disalurkan ke kantong pribadi mereka. Sementara undang-undang mengatur bahwa jumlah maksimal yang boleh dipotong untuk pengurus adalah 25%. Empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri.

Dengan demikian, mereka yang memotong dana Yayasan teresebut melebihi apa yang telah ditetapkan oleh undang-undang telah melakukan suatu perbuatan pidana yaitu penggelapan. Perbuatan pidana yang mereka lakukan tersebut diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yaitu KUHP Pasal 374 : “Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang memegang barang itu berhubungan dengan pekerjaanya atau jabatannya atau karena ia mendapat upah uang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun”

Nemo punitur sine infuria, facto, seu defalta; artinya, tidak ada seorang pun yang dihukum kecuali ia telah berbuat salah.[3]

Elemen terpenting dari pertanggungjawaban pidana adalah kesalahan. Syarat kesalahan berupa perbuatan melawan hukum dan adanya kehendak perbuatan tersebut. Mereka yang melakukan perbuatan pidana tersebut berarti telah berbuat salah. Tetapi, Orang yang melakukan perbuatan pidana belum tentu dijatuhi pidana, tergantung apakah orang tersebut dapat dimintakan pidana atau tidak. Pertanggungjawaban pidana adalah suatu keadaan normal psikis dan kemahiran yang membawa tiga macam kemampuan, yaitu 1) mampu untuk dapat mengerti makna serta akibat sungguh-sungguh dari perbuatan-perbuatan sendiri; 2) mampu untuk menginsyafi bahwa perbuatan-perbuatan itu bertentangan dengan ketertiban masyarakat; 3) mampu untuk menentukan kehendak berbuat.[4] Para pelaku penggelapan dana tersebut merupakan pengurus Yayasan ACT. Artinya mereka adalah orang yang memenuhi defenisi dari pertanggungjawaban pidana tersebut. Tidak mungkin mereka dipilih sebagai pengurus suatu Yayasan jika mereka tidak memenuhi defenisi pertanggungjawaban pidana tersebut. Maksudnya adalah mereka adalah orang yang normal secara psikis oleh sebab itu mereka dipercaya mampu mengurus Yayasan ACT. Dengan demikian, mereka dapat dijatuhi pidana.

Para pelaku tersebut dapat dijatuhi pidana penjara selama-lamanya lima tahun sesuai dengan isi KUHP Pasal 374.

Pidana Penjara adalah salah satu bentuk pidana perampasan kemerdekaan dan hanya boleh dijatuhkan oleh hakim melalui putusan pengadilan. Executio est ececutio juris judicium artinya penjatuhan pidana merupakan penerapan hukum berdasarkan putusan.[5] Dengan demikian, sanksi pidana yang akan dijatuhkan kepada mereka merupakan keputusan hakim di pengadilan.

Perbuatan yang dilakukan oleh para pengurus Yayasan ACT merupakan perbuatan yang tidak bermoral. Apalagi dana Yayasan tersebut seharusnya digunakan untuk kegiatan sosial dan kemanusiaan. Semoga perbuatan seperti ini tidak terulang lagi.

Sumber :

  •  https://act.id/tentang/sejarah

Dasar Hukum :

  • Undang-undang nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan
  • Kitab Undang-undang Hukum Pidana

Daftar Pustaka :

  • Hiariej, Eddy O.S, Prinsip-prinsip Hukum Pidana, Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2020.
  • Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermassa, 2017.

[1] Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, XXVI (Intermassa, 2017).

[2] ‘ACT Care for Humanity’ <https://act.id/tentang/sejarah>.

[3] Eddy O. S. Hiariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, V (Cahaya Atma Pustaka, 2020).

[4] Hiariej.

[5] Hiariej.

Postingan Lain